1.
Landasan
Filosofis dalam Pengembangan Kurikulum
Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata philos yang berarti cinta yang mendalam
dan sophia yang berarti kearifan atau
kebijaksanaan. Secara harfiah filsafat dapat diartikan sebagai cinta yang
mendalam akan kearifan. Secara popular filsafat sering diartikan sebagai
pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup bagi individu.
Sebagai suatu landasan fundamental, filsafat memegang suatu
peranan penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada 4 fungsi filsafat
dalam proses pengembangan kurikulum. Pertama, filsafat dapat menentukan arah
dan tujuan pendidikan. Dengan filsafat sebagai pandangan hidup atau value system, maka dapat ditentukan mau dibawa kemana siswa yang kita
didik itu. Kedua, filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang
harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat
menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Filsafat sebagai sistem nilai
dapat dijadikan pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran. Keempat, melalui
filsafat dapat ditentukan bagaimana menentukan tolok ukur keberhasilan proses
pendidikan.
a. Filsafat
dan Tujuan Pendidikan
Dalam arti luas pendidikan dapat diartikan sebagai sebagai
proses pengembangan semua aspek kepribadian manusia, baik aspek pengetahuan,
nilai dan sikap, maupun keterampilan. Hummel (1977), mengemukakan tiga hal yang
harus diperrhatikan dalam mengembangkan tujuan pendidikan, yaitu:
1)
Autonomy.
Gives individuals and groups the maximum awareness, knowledge and ability so
that they can manage they personal and collective life to the greatest possible
extent.
2)
Equity.
Enable all citizens to participate in cultural and conomic life by coffering
then an equal basic education.
3) Survival. Permit every nation to transmit
and enrich tis cultural heritage over the generation, but also guide education
towards what has become a worldwide realizations of common destiny.
Tujuan pendidikan harus mengandung ketiga hal diatas. Pertama, autonomy, artinya memberi kesadaran,
pengetahuan dan kemampuan yang prima kepada setiap individu dan kelompok untuk
dapat mandiri dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik. Kedua, equity, artinya pendidikan harus dapat
memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi
dalam kebudayaan dan ekonomi. Ketiga, survival
,artinya bukan saja harus dapat menjamin terjadinya pewarisan dan
memperkaya kebudayaan dari generasi ke generasi akan tetapi juga harus
memberikan pemahaman akan saling ketergantungan antara manusia.
Pengembangan ketiga aspek itu diarahkan agar kehidupan manusia lebih baik,
lebih bermakna, bertanggungjawab, lebih bermartabat dan lebih beradab, sehingga
pada gilirannya setiap manusia terdidik dapat mempertahankan, mengembangkan,
bahkan kalau perlu dapat mengubah kebudayaan yang dianggapnya tidak relevan
dengan pandangan hidup atau nilai-nilai yang dimilikinya.
Filsafat sebagai sistem nilai (value system) harus menjadi
dasar dalam menenukan tujuan pendidikan.
Artinya, pandangan hidup atau sistem nilai yang dianggap baik oleh suatu
masyrakat akan tercermin dalam tujuan pendidikan yang harus dicapai.
Kurikulum pada hakikatnya
berfungsi untuk mempersiapkan anggota masyarakat yang dapat mempertahankan,
mengembangkan dan dapat hidup dalam sistem nilai masyarakatnya sendiri, oleh
sebab itu dalam proses pengembangan kurikulum harus mencerminkan sistem nilai
masyarakat.
b. Filsafat
sebagai Proses Berpikir
Filasafat
sering diartikan sebagai cara berpikir. Namun, apakah setiap berpikir dapat
dikatakan berfilsafat? Tentu tidak. Berpikir filosofis adalah berpikir yang
memiliki ciri-ciri tertentu. Sidi Gazalba, seperti dikutip Uyoh Sadulloh(2004)
mengemukakan ciri-ciri berpikir filosofis sebagai berpikir yang radikal,
sistematis dan universal. Berpikir radikal (radical
thinking), yaitu berpikir smapai ke akar-akarnya, tidak tanggung-tanggung,
sampai pada konsekuensi yang terakhir. Berpikir itu tidak separuh-separuh,
tidak berhenti di jalan tetapi terus sampai ke ujungnya. Berpikir sistematis
adalah berpikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh
kesadaran dengan urutan yang bertanggungjawab dan saling berhubungan yang
teratur. Berpikir universal, artinya tidak berpikir secara khusus, yang hanya
terbatas kepada bagian-bagian tertentu, melainkan mencakup keseluruhan secara
sistematis dan logis sampai ke akar-akarnya. Orang yang berfilsafat adalah
orang yang berpikir secara mendalam tentang masalah secara menyeluruh sebagai
upaya mencari dan menemukan kebenaran.
2.
Landasan
Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan pedoman baagi guru dalam mengantar anak
didik sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan. Secara psikologis, anak
didik memiliki keunikan dan perbedaan- perbedaan baik perbedaan minat, bakat,
maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan
alasan itulah, kurikulum harus memerhatikan kondisi psikologi perkembangan dan
psikologi belajar anak.
Pemahaman tentang anak bagi seorang pengembang kurikulum
sangatlah penting. Kesalahan persepsi atau kedangkalan pemahaman tentang anak,
dapat menyebabakan kesalahan arah dan kesalahan praktik pendidikan.
3.
Landasan
sosiologis-Teknologis dalam Pengembangan Kurikulum
Sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik agar mereka
dapat berperan aktif di masyarakat. Oleh karena itu kurikulum sebagai alat dan
pedoman dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat. Dengan demikian dalam konteks ini sekolah bukan hanya
berfungsi untuk mewariskan kebudayaan dan nilai-nilai masyarakat, akan tetapi
juga sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik dalam kehidupan
masyarakat.
a. Kekuatan
Sosial yang Dapat Mempengaruhi Kurikulum
Masyarakat tidak bersifat statis. Seiring dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat selalu mengalami perubahan, bergerak
menuju perkembangan yang semakin kompleks. Perubahan bukan hanya terjadi pada sistem nilai, akan tetapi juga pada pola
kehidupan, struktur sosial, kebutuhan, dan tuntutan masyarakat.
Dalam kehidupan
sosial yang semakin kompleks tersebut, maka muncul pula berbagai kekuatan kelompok yang dapat memberikan
tekanan terhadap penyelenggaraan dan praktik pendidikan termasuk di dalamnya
tekanan-tekanan dalam proses pengembangan isi kurikulum sebagai alat dan
pedoman penyelenggaraan pendidikan. Kesulitan yang dihadapi oleh para
pengembang kurikulum adalah manakala setiap kelompok sosial itu memberikan
masukan dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan kepentingan kelompoknya. Bukan
hanya itu, pertentangan-pertenangan pun sering terjadi sehubungan dengan cara
pandang yang berbeda tentang makna pendidikan setiap kelompok tersebut.
Misalkan cara pandang kelompok agamawan atau budayawan yang lebih menekankan
pendidikan di sekolah sebagai proses penanaman budi pekerti berbeda sekolah
sebagai wadah untuk membentuk generasi manusia yang siap pakai dengan sejumlah
keterampilan teknis sesuai dengan tuntutan industri. Cara pandang yang berbeda
seperti ini tentu saja memunculkan kriteria keberhasilan yang berbeda pula,
yang pada gilirannya tolok ukur keberhasilan itu tidak pernah memuaskan semua
golongan sosial.
Walaupun dirasakan sngat susah, para pengembang
kurikulum mestinya memerhatikan setiap tuntutan dan tekanan masyarakat yang
berbeda itu. Oleh sebab itu, menyerap berbagai
informasi yang dibutuhkan masyarakat merupakan salah satu langkah
penting dalam proses penyusunan suatu kurikulum. Dalam konteks inilah
pengembang evaluatifkurikulum perlu
menjalankan peran evaluatif dan peran kritisnya dalam menentukan muatan
kurikulum.
b. Kemajuan
IPTEK sebagai Bahan Pertimbangan Penyusunan Kurikulum
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil
kemampuan berpikir manusia trlah menbawa umat manusia pada masa yang tidak
pernah terbayangkan sebelumnya. Misalnya dengan ditemukannya hasil teknologi
informasi dan komunikasi, bukan hanya membuat manusia dapat berhubungan secara
langsung dengan orang yang peristiwa yang terjadi pada saat yang sama di
seluruh belahan dunia.
Namun demikian, segala kemajuan yang telah mampu diraih oleh
umat manusia itu bukan tanpa masalah. Pada kenyataannya terdapat berbagai efek
negatif yang justru sangat mencemaskan manusia itu sendiri. Terciptanya hasil
teknologi informasi dan komunikasi menyebabakan lunturnya dan terjadinya
gesekan budaya yang pengaruhnya terhadap eksistensi kelompok masyarakat bukan
main besarnya.
Munculnya
permasalahan-permasalahan baru ini menyebabakan kompleksitas tugas-tugas
pendidikan yang diemban oleh sekolah. Tugas sekolah menjadi semakin berat, dan kadang-kadang tidak mampu
lagi melaksanakan semua tuntutan masyarakat. Sesuai dengan perubahan zaman,
tugas-tugas yang dahulu bukan menjadi tugas sekolah, kini diserahkan kepada
sekolah. Sekolah bukan hanya bertugas menanamkan dan mewariskan ilmu
pengetahuan, akan tetapi juga harus memberi keterampilan tertentu serta
menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai.
Sesuai dengan
perubahan dan lompatan-lompatan yang sangat cepat itu, maka kurikulum yang
berfungsi sebagai alat pendidikan, harus terus menerus diperbarui menyesuaikan
dengan perubahan yang terjadi baik isi maupun prosesnya. Para pengembang
kurikulum tentunya termasuk guru harus memahami perubahan itu, agar isi dan
strategi yang dikembangkan dalam kurikulum sebagai alat pendidikan tidak
menjadi usang.
Hal penting yang
perlu diperhatikan diantisipasi oleh para pengembang kurikulum sehubungan
dengan perubahan yang terjadi di masyarakat adalah mengenai perubahan pola
hidup dan perubahan sosial politik.
Para pengembang
kurikulum dalam melaksanakan tugasnya harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Mempelajari
dan memahami kebutuhan masyarakat seperti yang dirumuskan dalam undang-undang,
keputusan pemerintah, peraturan-peraturan daerah, dsb.
2) Menganalisis
budaya masyarakat tempat sekolah berada.
3)
Menganalisis
kekuatan serta potensi-potensi daerah.
4)
Menganalisis
syarat dan tuntutan tenaga kerja.
5) Menginterpretasi
kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan masyarakat.
Dalam konteks dasar sosiologis-teknologis hal-hal di atas
merupakan hal-hal yang sangat penting untuk dipahami oeh pengembang kurikulum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar