Halaman

Senin, 16 Juli 2012

Landasan Pengembangan Kurikulum


1.    Landasan Filosofis dalam Pengembangan Kurikulum
Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata philos yang berarti cinta yang mendalam dan sophia yang berarti kearifan atau kebijaksanaan. Secara harfiah filsafat dapat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan. Secara popular filsafat sering diartikan sebagai pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup bagi individu.
Sebagai suatu landasan fundamental, filsafat memegang suatu peranan penting dalam proses pengembangan kurikulum. Ada 4 fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum. Pertama, filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Dengan filsafat sebagai pandangan hidup atau value system, maka dapat ditentukan mau dibawa kemana siswa yang kita didik itu. Kedua, filsafat dapat menentukan isi atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan. Filsafat sebagai sistem nilai dapat dijadikan pedoman dalam merancang kegiatan pembelajaran. Keempat, melalui filsafat dapat ditentukan bagaimana menentukan tolok ukur keberhasilan proses pendidikan.
a.    Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Dalam arti luas pendidikan dapat diartikan sebagai sebagai proses pengembangan semua aspek kepribadian manusia, baik aspek pengetahuan, nilai dan sikap, maupun keterampilan. Hummel (1977), mengemukakan tiga hal yang harus diperrhatikan dalam mengembangkan tujuan pendidikan, yaitu:
1)      Autonomy. Gives individuals and groups the maximum awareness, knowledge and ability so that they can manage they personal and collective life to the greatest possible extent.
2)      Equity. Enable all citizens to participate in cultural and conomic life by coffering then an equal basic education.
3)      Survival. Permit every nation to transmit and enrich tis cultural heritage over the generation, but also guide education towards what has become a worldwide realizations of common destiny.

Tujuan pendidikan harus mengandung ketiga hal diatas. Pertama, autonomy, artinya memberi kesadaran, pengetahuan dan kemampuan yang prima kepada setiap individu dan kelompok untuk dapat mandiri dan hidup bersama dalam kehidupan yang lebih baik. Kedua, equity, artinya pendidikan harus dapat memberi kesempatan kepada seluruh warga masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam kebudayaan dan ekonomi. Ketiga, survival ,artinya bukan saja harus dapat menjamin terjadinya pewarisan dan memperkaya kebudayaan dari generasi ke generasi akan tetapi juga harus memberikan pemahaman akan saling ketergantungan antara manusia.
Pengembangan ketiga aspek itu diarahkan agar kehidupan manusia lebih baik, lebih bermakna, bertanggungjawab, lebih bermartabat dan lebih beradab, sehingga pada gilirannya setiap manusia terdidik dapat mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau perlu dapat mengubah kebudayaan yang dianggapnya tidak relevan dengan pandangan hidup atau nilai-nilai yang dimilikinya.
Filsafat sebagai sistem nilai (value system)  harus menjadi dasar  dalam menenukan tujuan pendidikan. Artinya, pandangan hidup atau sistem nilai yang dianggap baik oleh suatu masyrakat akan tercermin dalam tujuan pendidikan yang harus dicapai.
Kurikulum pada hakikatnya berfungsi untuk mempersiapkan anggota masyarakat yang dapat mempertahankan, mengembangkan dan dapat hidup dalam sistem nilai masyarakatnya sendiri, oleh sebab itu dalam proses pengembangan kurikulum harus mencerminkan sistem nilai masyarakat.

b.    Filsafat sebagai Proses Berpikir
 Filasafat sering diartikan sebagai cara berpikir. Namun, apakah setiap berpikir dapat dikatakan berfilsafat? Tentu tidak. Berpikir filosofis adalah berpikir yang memiliki ciri-ciri tertentu. Sidi Gazalba, seperti dikutip Uyoh Sadulloh(2004) mengemukakan ciri-ciri berpikir filosofis sebagai berpikir yang radikal, sistematis dan universal. Berpikir radikal (radical thinking), yaitu berpikir smapai ke akar-akarnya, tidak tanggung-tanggung, sampai pada konsekuensi yang terakhir. Berpikir itu tidak separuh-separuh, tidak berhenti di jalan tetapi terus sampai ke ujungnya. Berpikir sistematis adalah berpikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dengan urutan yang bertanggungjawab dan saling berhubungan yang teratur. Berpikir universal, artinya tidak berpikir secara khusus, yang hanya terbatas kepada bagian-bagian tertentu, melainkan mencakup keseluruhan secara sistematis dan logis sampai ke akar-akarnya. Orang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir secara mendalam tentang masalah secara menyeluruh sebagai upaya mencari dan menemukan kebenaran.

2.    Landasan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan pedoman baagi guru dalam mengantar anak didik sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan. Secara psikologis, anak didik memiliki keunikan dan perbedaan- perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan alasan itulah, kurikulum harus memerhatikan kondisi psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak.
Pemahaman tentang anak bagi seorang pengembang kurikulum sangatlah penting. Kesalahan persepsi atau kedangkalan pemahaman tentang anak, dapat menyebabakan kesalahan arah dan kesalahan praktik pendidikan.

3.    Landasan sosiologis-Teknologis dalam Pengembangan Kurikulum
Sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik agar mereka dapat berperan aktif di masyarakat. Oleh karena itu kurikulum sebagai alat dan pedoman dalam proses pendidikan di sekolah harus relevan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Dengan demikian dalam konteks ini sekolah bukan hanya berfungsi untuk mewariskan kebudayaan dan nilai-nilai masyarakat, akan tetapi juga sekolah berfungsi untuk mempersiapkan anak didik dalam kehidupan masyarakat.

a.    Kekuatan Sosial yang Dapat Mempengaruhi Kurikulum
Masyarakat tidak bersifat statis. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat selalu mengalami perubahan, bergerak menuju perkembangan yang semakin kompleks. Perubahan bukan hanya terjadi pada sistem nilai, akan tetapi juga pada pola kehidupan, struktur sosial, kebutuhan, dan tuntutan masyarakat.
Dalam kehidupan sosial yang semakin kompleks tersebut, maka muncul pula berbagai  kekuatan kelompok yang dapat memberikan tekanan terhadap penyelenggaraan dan praktik pendidikan termasuk di dalamnya tekanan-tekanan dalam proses pengembangan isi kurikulum sebagai alat dan pedoman penyelenggaraan pendidikan. Kesulitan yang dihadapi oleh para pengembang kurikulum adalah manakala setiap kelompok sosial itu memberikan masukan dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan kepentingan kelompoknya. Bukan hanya itu, pertentangan-pertenangan pun sering terjadi sehubungan dengan cara pandang yang berbeda tentang makna pendidikan setiap kelompok tersebut. Misalkan cara pandang kelompok agamawan atau budayawan yang lebih menekankan pendidikan di sekolah sebagai proses penanaman budi pekerti berbeda sekolah sebagai wadah untuk membentuk generasi manusia yang siap pakai dengan sejumlah keterampilan teknis sesuai dengan tuntutan industri. Cara pandang yang berbeda seperti ini tentu saja memunculkan kriteria keberhasilan yang berbeda pula, yang pada gilirannya tolok ukur keberhasilan itu tidak pernah memuaskan semua golongan sosial.
Walaupun  dirasakan sngat susah, para pengembang kurikulum mestinya memerhatikan setiap tuntutan dan tekanan masyarakat yang berbeda itu. Oleh sebab itu, menyerap berbagai  informasi yang dibutuhkan masyarakat merupakan salah satu langkah penting dalam proses penyusunan suatu kurikulum. Dalam konteks inilah pengembang  evaluatifkurikulum perlu menjalankan peran evaluatif dan peran kritisnya dalam menentukan muatan kurikulum.

b.    Kemajuan IPTEK sebagai Bahan Pertimbangan Penyusunan Kurikulum
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil kemampuan berpikir manusia trlah menbawa umat manusia pada masa yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Misalnya dengan ditemukannya hasil teknologi informasi dan komunikasi, bukan hanya membuat manusia dapat berhubungan secara langsung dengan orang yang peristiwa yang terjadi pada saat yang sama di seluruh belahan dunia.
Namun demikian, segala kemajuan yang telah mampu diraih oleh umat manusia itu bukan tanpa masalah. Pada kenyataannya terdapat berbagai efek negatif yang justru sangat mencemaskan manusia itu sendiri. Terciptanya hasil teknologi informasi dan komunikasi menyebabakan lunturnya dan terjadinya gesekan budaya yang pengaruhnya terhadap eksistensi kelompok masyarakat bukan main besarnya.
Munculnya permasalahan-permasalahan baru ini menyebabakan kompleksitas tugas-tugas pendidikan yang diemban oleh sekolah. Tugas sekolah menjadi  semakin berat, dan kadang-kadang tidak mampu lagi melaksanakan semua tuntutan masyarakat. Sesuai dengan perubahan zaman, tugas-tugas yang dahulu bukan menjadi tugas sekolah, kini diserahkan kepada sekolah. Sekolah bukan hanya bertugas menanamkan dan mewariskan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga harus memberi keterampilan tertentu serta menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai.
Sesuai dengan perubahan dan lompatan-lompatan yang sangat cepat itu, maka kurikulum yang berfungsi sebagai alat pendidikan, harus terus menerus diperbarui menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi baik isi maupun prosesnya. Para pengembang kurikulum tentunya termasuk guru harus memahami perubahan itu, agar isi dan strategi yang dikembangkan dalam kurikulum sebagai alat pendidikan tidak menjadi usang.
Hal penting yang perlu diperhatikan diantisipasi oleh para pengembang kurikulum sehubungan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat adalah mengenai perubahan pola hidup dan perubahan sosial politik.

Para pengembang kurikulum dalam melaksanakan tugasnya harus melakukan hal-hal sebagai berikut:
1)      Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat seperti yang dirumuskan dalam undang-undang, keputusan pemerintah, peraturan-peraturan daerah, dsb.
2)      Menganalisis budaya masyarakat tempat sekolah berada.
3)      Menganalisis kekuatan serta potensi-potensi daerah.
4)      Menganalisis syarat dan tuntutan tenaga kerja.
5)      Menginterpretasi kebutuhan individu dalam kerangka kepentingan masyarakat.
Dalam konteks dasar sosiologis-teknologis hal-hal di atas merupakan hal-hal yang sangat penting untuk dipahami oeh pengembang kurikulum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar