Halaman

Jumat, 20 Juli 2012

Sistem Endokrin pada Hewan

 Sistem endokrin disebut juga sistem kelenjar buntu, yaitu kelenjar yang tidak mempunyai saluran khusus untuk mengeluarkan sekretnya. Sekret dari kelenjar endokrin disebut hormon. Hormon berasal dari kata hormaein yang artinya “membangkitkan”. Hormon berperan dalam mengatur berbagai aktivitas dalam tubuh hewan, antara lain aktivitas pertumbuhan, reproduksi, osmoregulasi, pencernaan, dan integrasi serta koordinasi tubuh.
Ciri-ciri hormon:
1.    Hormon diproduksi dan disekresikan ke dalam darah oleh sel kelenjar endokrin dalam jumlah yang sangat kecil.
2.    Hormon diangkut oleh darah menuju sel (jaringan target).
3.    Hormon mengadakan interaksi dengan reseptor khusus yang terdapat di sel target.
4.    Hormon mempunyai pengaruh menngaktifkan enzim khusus.
5.    Hormon mempunyai pengaruh tidak hanya terhadap satu sel target, tapi juga dapat mempengaruhi beberapa sel target yang berlainan.

Klasifikasi Hormon
No
Susunan Kimia
Nama Hormon
Nama Kelenjar
1.
Amin
Adrenalin, Noradrenalin, Tiroksin, Triyodotirosin, FSH, LH, TSH, ACTH, Prolaktin
Medulla Adrenal, Tiroid, Hipofisa Anterior
2.
Peptida dan Protein
GH (Hormon pertumbuhan), ADH, Oksitosin Parathormon, Kalsitonin, Insulin, Glikagon, Gastrin, Sekretin.
Hipofisa Anterior, Paratiroid, Tiroid, Pankreas, Mukosa Duodenum
3.
Steroid
Testosteron, Estrogen, Progesteron, Kortikosteroid
Testes, Ovarium/Plasenta Korteks Adrenal
4.
Asam Lemak
Prostaglandin
Vesikel seminal dan sel-sel lain.


1.    Sistem Endokrin pada Invertebrata
Hormon pada invertebrata berfungsi untuk mengatur penyebaran kromatofor, molting (pergantian kulit), pertumbuhan, reproduksi secara seksual dan perkembangan. Sejumlah invertebrata tidak mempunyai organ khusus untuk sekresi hormon sehingga sekresinya dilaksanakan oleh sel neurosekretori. sel neurosekretori dapat ditemukan pada semua Metazoa (hewan bersel banyak), antara lain Coelentrata, Platyelminthes, Annelida, Nematoda, dan Mollusca.
a.    Coelentrata
Contoh hewan dari golongan ini adalah Hydra. Hydra mempunyai sejumlah sel yang mampu menghasilkan senyawa kimia yang berperan dalam proses reproduksi, pertumbuhan, dan regenerasi. Apabila kepala Hydra dipotong, sisa tubuhnya akan mengeluarkan molekul peptida yang disebut aktivator kepala. Zat tersebut menyebabkan sisa tubuh Hydra dapat membentuk mulut dan tentakel, dan selanjutnya membentuk daerah kepala.
b.    Platyelminthes
Hewan ini dapat menghasilakan hormon yang berrperan penting dalam proses regenerasi. Diduga hormon yang dihasilkan tersebut juga terlibat dalam regulasi osmotic dan ionik, serta dalam proses reproduksi.
c.    Annelida
Sejumlah annelida seperti poliseta (mis. neris), oligiseta (mis. Lumbricus), dan Hirudinae (mis.  untuk lintah) sudah memperlihatkan adanya derajat sefalisasi yang memadai. Otak hewan tersebut memiliki sejumlah besar sel saraf yang berfunsi sebagai sel sekretori. Hewan ini juga telah memiliki sistem sirkulasi yang berkembang sangat baik sehingga kebutuhan untuk menyelenggarakan sistem kendali endokrin dapat terpenuhi. Sistem endokrin annelida berkaian erat dengan aktivitas pertumbuhan, perkembangan, regenerasi, dan reproduksi.
d.   Nematoda
Sejumlah nematoda dapat mengalami molting hingga empat kali dalam siklus hidupnya. Hewan ini mempunyai struktur khusus yang berfungsi untuk sekresi neurohormon, yang berkaitan erat dengan sistem saraf. Struktur khusus tersebut terdapat pada ganglion di daerah kepala dan beberapa diantaranya terdapat pada korda saraf.
e.    Mollusca
Mollusca terutama siput mempunyai sejumlah besar sel neuroendokrin yang terletak pada ganglia penyusun sistem saraf pusat. Hewan ini juga memiliki organ endokrin klasik. Senyawa yang dilepaskan menyerupai protein dan berperan penting dalam mengendalikan osmoregulasi, pertumbuhan serta reproduksi.
Reproduksi pada Mollusca sangat rumit karena hewan iini bersifat hermaprodit. Beberapa spesies hewan dari kelompok ini bersifat protandri (gamet jantan terbentuk terlebih dahulu daripada gamet betina). Pada hewan ini ditemukan adanya hormon yang merangsang pelepasan telur dari gonad dan pengeluaran telur dari tubuh.
f.     Crustacea
Sistem endokrin pada crustacea umumnya berupa sistem neuroendokrin, meskipun mempunyai organ endokrin klasik. Fungsi tubuh yang dikendalikan oleh sistem endokrin antara lain osmoregulasi, laju denyut jantung, komposisi darah, pertumbuhan, dan pergantian kulit. Sistem kendali endokrin yang berkembang paling baik ditemukan pada Melacostra (mis. ketam, lobster, dan udang).
g.    Insecta
Pada sistem saraf insecta terdapat tiga kelompok sel neuroendokrin yang utama, yaitu:
1)   Sel neurosekretori medialis
2)   Sel neurosekretori lateralis
3)   Sel neurosekretori subesofageal
Organ endokrin klasik lainnya yang terdapat pada insecta yaitu kelenjar protoraks. Pada insecta yang lebih maju, kelenjar protoraks terdapat di daerah toraks, namun pada insecta yang kurang berkembang dapat ditemukan di daerah kepala.
Sistem endokrin pada insecta berfungsi untuk mengendalikan berbagai aktivitas antara lain aktivitas pertumbuhan.
Sistem saraf dan sistem endokrin suatu serangga berperan dalam mengendalikan respons fisiologis dan tingkah lakunya. Sistem saraf mengendalikan aktivitas yang memerlukan respon yang cepat. Sebaliknya, sistem endokrin mengendalikan perubahan-perubahan yang berlangsung lama dalam perkembangan, pertumbuhan, reproduksi, dan metabolisme. Sistem endokrin dan informasi sensori yang berasal dari lingkungan dikoordinasikan melalui otak serangga. Sistem endokrin terdiri dari kelenjar dan sel-sel khusus yang mengsekresikan hormon.
Beberapa kelenjar dan sel neurosekretori pada serangga telah diketahui menghasilkan hormon. Funsu utama dari hormon tersebut adalah untuk mengendalikan proses reproduksi, pergantian kulit, dan metamorfosis. Adapun beberapa diantara hormon tersebut adalah:
·      Hormon Otak atau Hormon Protoraksikotropik (PTTH): berperan dalam pergantian kulit dan dalam pengendalian diapause. Berperan juga dalam merangsang penghasilan hormon ekdison.
·      Hormon Ekdison: berperan dalam hal mengawali pertumbuhan dan perkembangan serangga, dan juga yang menyebabkan terjadinya apolisis (peristiwa terjadinya pemisahan epidermis dari kutikula sebagai bagian dari proses molting).
·      Hormon Juvenil: berperan dalam hal penghambatan metamorfosis maupun dalam hal vitellogenesis, aktivitas tanbahan kelenjar reproduksi dan produksi feromon.

2.    Sistem Endokrin pada Vertebrata
Sistem endokrin pada vertebrata terutama tersusun atas berbagai organ endokrin klasik. Sistem endokrin pada vertebrata dapat dibedakan menjadi :
a.    Hipotalamus dan Pituitari
Hipotalamus  merupakan baian otak vertebrata yang terletak di bawah thalamus dan berperan dalam mempertemukan sistem saraf dan endokrin. Thalamus adalah kumpulan sel saraf yang terletak di bagian tengah otak vertebrata. Hipotalamus berfungsi mengendalikan kelenjar pituitari, sementara pituitari juga berfungsi mengendalikan kelenjar endokrin lainnya. Olek karena itu hipotalamus disebut juga dengan kelenjar induk (master of gland).
Hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan dibawa ke pituitari. Ada dua jenis hormon dari hipotalamus, yaitu hormon yang dilepaskan ke pituitari depan (adenohipofisis) dan hormon yang dilepaskan ke pituitari belakang (neurohipofisis).
Hormon hipotalamus yang dilepas pituitari belakang adalah vasopresin atau hormon antiduretik (ADH) dan oksitosin. Hormon penting lain yang dikeluarkan oleh hipotalamus yaitu hormon pelepas (realising hormon, RH) dan hormon penghambat (realize inhibiting hormone, RIH).

b.    Organ Endokrin Tepi
Organ endokrin tepi adalah semua organ endokrin di luar hipotalamus dan pituitari. Saat ini telah diketahui bahwa jantung juga menghasilkan hormon yaitu atrial naturetic peptide (ANP).
 Hampir semua aktivas tubuh hewan dipengaruhi oleh hormon. Aktivitas tersebut meliputi proses pengenceran, peredaran darah (yang melibatkan jantung dan pembuluh darah), pengeluaran, osmoregulasi, termoregulasi dan reproduksi. Dalam mengatur aktivitas tubuh, sistem endokrin biasanya bekerjasama dengan sistem saraf.
Keseimbangan kadar kalsium dalam darah manusia dapat dicapai melalui kerja sama antar hormon paratiroid dan kalsitonin. Keseimbangan kadar kalsium yang normal sangat penting karena akan memengaruhi kemampuan saraf otak untuk menerima rangsang, pembekuan darah, permeabilitas membran sel, serta fungsi normal enzim tertentu. Peningkatan kadar kalsium darah akibat kerja hormon paratiroid.
Sama seperti kadar kalsium, kadar dalam darah juga dikendalikan oleh hormon, terutama insulin dan glukagon. Peningkatan kadar gula dalam darah juga disebabkan oleh adanya hormon epineprin dan glukokortikoid. Hormon lain juga memengaruhi kadar gula dalam darah yaitu hormon pertumbuhan (growth hormon, GH), hormon pemacu tiroid (TSH), dan hormon tiroid. GH menyebabakan peningkatan kadar gula darah, sedangkan TSH dan hormon tiroid memiliki pengaruh yang bersifat kompleks (dapat menurunkan dan meningkatkan kadar gula darah).

c.    Kelenjar Pineal
Terdapat pada permukaan atas talamus diantara hemisfer serebrum. Kelenjar ini mensekresi melatonin. Melatonin dan serotonin telah diidentifikasi pada pineal burung dan amfibi. Enzim yang responsibel untuk pembentukan hormon ini adalah Hydroxyndol-o-methyl transferase.

3.    Feromon pada Hewan
Feromon adalah zat kimia yang berasal dari kelenjar endokrin dan digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Berbeda dengan hormon, feromon menyebar keluar tubuh dan hanya memengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis (satu spesies).

a.    Feromon pada Kupu-Kupu
Ketika kupu-kupu jantan atau betina memgepakkan sayapnya, saat itulah feromon tersebar di udara dan mengundang lawan jenisnya untuk mendekat secara seksual. Feromon seks memiliki sifat yang spesifik untuk aktivitas biologis dimana jantan atau betina dari spesies yang lain tidak akan merespon terhadap feromon yang dikeluarkan jantan atau betina dari spesies yang berbeda.


b.    Feromon pada Rayap
Untuk dapat mendeteksi jalur yang di jelajahinya, individu rayap yang berada di depan mengeluarkan feromon penanda jejak (trail following pheromone) yang keluar dari kelenjar stenum (sternal gland di bagian bawah, belakang abdomen), yang dapat dideteksi oleh rayap yang berada di belakangnya. Sifat kimiawi feromon ini sangat erat hubungannya dengan bau makanannya sehingga rayap mampu mendeteksi obyek makanannya.
Disamping feromon penanada jejak , para pakar etologi (perilaku) rayap juga menganggap bahwa pengaturan koloni berada di bawah kendali feromon dasar (primer pheromone).

c.    Feromon pada Ngengat
Ngengat gipsi betina dapat memengaruhi ngengat jantan beberapa kilometer jauhnya dengan memproduksi feromon yang disebut “disparlur”. Karena ngengat jantan mmampu mengindra beberapa ratus molekul dari betina yang mengeluarkan isyarat dalam hanya satu mililiter udara, disparlur tersebut efektif saat disebarkan di wilayah yang saat besar sekalipun.

d.   Feromon pada Semut dan Lebah Madu
Semut menggunakan feromon sebagai penjejak untuk menunjukkan jalan menuju sumber makanan. Bila lebah madu menyengat, ia tak hanya meninggalkan sengat pada kulit korbannya, tetapi juga meninggalakan zat kimia yang memanggil lebah madu lain untuk menyerang. Demikian pula, semut pekerja dari berbagai spesies mensekresi feromon sebagai zat tanda bahaya, yang digunakan ketika terancam musuh. Feromon disebar di udara dan mengumpulkan pekerja lain. Bila semut-semut ini bertemu musuh, mereka juga memproduksi feromon sehingga isyaratnya bertambah atau berkurang, bergantung pada sifat bahayanya.




1 komentar: