Halaman

Sabtu, 08 September 2012

Rekayasa Genetika Herbisida

Rekayasa Genetika

Perkembangan dan kemajuan yang dicapai dalam bidang biologi molekuler telah melahirkan dan berkembangnya teknologi rekombinan DNA atau yang dikenal dengan sebutan rekayasa genetikRekayasa genetik atau rekombinan DNA  adalah suatu kumpulan teknik-teknik eksperimental yang memungkinkan peneliti untuk mengisolasi, mengidentifiksi dan melipatgandaan suatu fragmen dari material genetik (DNA) dalam bentuk murninya.  Manipulasi-manipulasi tersebut dilakukan secara in vitro dengan menggunakan material-material biologi
Penggunaan kultur jaringan untuk pembiakan  klonal didasarkan pada  anggapan bahwa jaringan secara genetik tetap stabil jika dipisahkan dari tumbuhan induk dan ditempatkan dalam kultur.  Pendapat ini sebahagian besar berlaku jika tumbuhan dibiakkan dengan kuncup ketiak atau tunas liar yang secara langsung dipisahkan dari tanaman.  Walaupun demikian, apabila tunas terbentuk dari jaringan kalus, sering terjadi penyimpangan (Chaleff, 1984).
Protoplas sel totipoten tanpa dinding sel dapat dihasilkan dengan mudah dan telah dirancang  suatu metode untuk menumbuhkannya menjadi jaringan kalus dan dilanjutkan menjadi tanaman kecil yang dapat dikembangbiakan secara konvensional.  Protoplas dapat dipisahkan dari jaringan tanaman, termasuk akar, daun, buah, serbuk sari, bintil akar kacangan, organ penyimpanan dan jaringan kalus.  Jaringan daun sering digunakan karena hasil protoplas dari sumber ini cukup tinggi dan seragam.  Protoplas sering menghasilkan jaringan kalus yang kemudian dari kalus ini diregenerasikan suatu  tumbuhan yang lengkap.  Sayangnya, keberhasilan metoda ini kecil peluangnya  untuk tanaman kacang-kacangan dan padi-padian.  Belakangan ini kemungkinan tanaman Medicago sativa (Alfafa)  untuk beregenerasi dari protoplasma menjadi tumbuhan lengkap peluangnya  cukup tinggi dalam kondisi pertumbuhan yang relatif sederhana.  Hal ini memberi petunjuk penting bahwa usaha dibidang kacang-kacangan akan dapat berkembang lebih cepat.   Sebegitu jauh kita masih belum mampu untuk mengembangkan tumbuhan dari jenis padi-padian dan kacang-kacangan melalui pertumbuhan protoplasma.
Manfaat penting dari protoplasma dalam pemuliaaan tanaman terletak pada beberapa sifatnya, yaitu : (1)  protoplas dapat dihasilkan dan disaring untuk membentuk banyak variasi. Meskipun protoplas yang terbentuk secara genetik bersifat homogen, tetapi kalus yang merupakan keturunannya dapat menjadi tanaman yang menunjukan perbedaan  sifat-sifat yang cukup besar , (2)  tidak adanya dinding sel memudahkan fusi antara protoplas dan dengan demikian mengawali terjadinya pembastaran. Fakta bahwa fusi dapat terjadi antara sel somatik yang bersifat diploid yang memungkinkan   pemulia tanaman merancang suatu teknik dengan baik,  (3) tidak adanya dinding sel juga memudahkan penyerapan DNA, sebagai fragmen atau plasmid yang berasal dari bakteri, untuk menghasilkan tanaman dengan sifat-sifat yang baru sama sekali. Meskipun tanaman yang diperbanyak secara vegetatif (klon) umumnya mirip induknya, tetapi tidak berarti, bahwa semua klon secara genetik bersifat serupa. Klon yang berbeda secara nyata dari induknya dapat terjadi, dan dikenal sebagai varian somatik dan merupakan hasil perubahan genetik pada sel merismatik yang menghasilkan semua atau sebagian tumbuhan baru. Dalam hal-hal tertentu varian somatik  dapat menjadi varietas baru yang penting, misalnya pada jeruk manis. Beberapa mekanisme genetik dapat menyebabkan terjadinya variasi somatik, antara lain : perubahan jumlah kromosom dalam inti, mutasi gen tunggal, seperti kloroplas dan mitokondria. 


Herbisida
Herbisida (dari bahasa Inggris herbicide) adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan "asing" ini (lihat artikel tentang gulma).

v  Dua tipe herbisida menurut aplikasinya

Terdapat dua tipe herbisida menurut aplikasinya: herbisida pratumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide). Yang pertama disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar (atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini bersifat nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Yang kedua diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.
v  Cara kerja herbisida
Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang "normal" dalam proses tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan menjadi kosubstrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerja lain adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan tumbuhan.
Contoh:
Herbisida yang selektif merupakan suatu herbisida yang sangat beracun untuk suatu jenis tumbuhan tertentu, akan tetapi tidak beracun untuk tumbuhan lainnya yang berbeda terutama familinya. Bila herbisida ini dipergunakan pada suatu komunitas di lapangan, maka mungkin sebagian dari tumbuhan yang ada akan mati, tetapi tumbuhan lainnya tidak apa-apa, seolah-olah tidak ada gangguan apa-apa, walaupun gangguan itu sebenarnya ada, tetapi hanya sedikit.
Selektivitas dari suatu herbisida tergantung kepada 4 hal :
1. Bentuk morfologi dari tumbuhan tersebut
2. Peran Herbisida itu sendiri
3. Peran lingkungan
4. Peran cara aplikasi.

1.  Bentuk Morfologi Tumbuhan
Perbedaan tumbuhan menunjukkan perbedaan kepekaan pada suatu Herbisida, yang sangat ditentukan oleh faktor dalam dan luar, yang memungkinkan Herbisida masuk, kontak, translokasi dan merusak fungsi utama. Bagian luar tumbuhan merupakan pertimbangan pertama bagi selektivitas Herbisida.
* Disekitar pohon perkebunan yang tinggi dan batangnya berkayu dapat memungkinkan pemberantasan gulma yang berada di bawahnya tanpa mengganggu pohon tersebut.
* Daun dengan kedudukan tegak, sempit dan sangat berlilin akan menolak semprotan Herbisida daripada daun yang datar, luas dan tak berlilin. Daun yang tua dan banyak stomata memungkinkan Herbisida mudah masuk ke dalam jaringan tanaman. Tumbuhan berdaun lebar mempunyai meristem pada ujung tumbuhan, yang langsung menyongsong hasil semprotan, sedangkan tumbuhan berdaun sempit meristem dilindungi sehingga kurang peka akan Herbisida.
* Perakaran yang dalam menjadikan tumbuhan agak toleran pada herbisida tanah yang sering tersebar hanya dekat permukaan saja. Sedangkan tumbuhan dengan perakaran dangkal akan segera terpengaruh. (Gulma annual berakar dangkal dan gulma perennial berakar dalam).
* Pada reaksi Biokimia dihubungkan antara interaksi herbisida dengan enzim. Suatu herbisida dapat diaktifkan oleh enzim tertentu

2. Peran Herbisida
* Bentuk molekul menentukan pengaruh pada gulma sasaran, meskipun dalam satu golongan herbisida 2,4 - D yang mempunyai dua khlorin menjadi kurang aktif pada gulma perennial dibandingkan dengan 2, 4, 5 - T yang mempunyai tiga khlorin.
* Tentang konsentrasi Herbisida, jumlahnya dapat menentukan terjadi hambatan atau peracunan pada suatu gulma. Pada umumnya dengan makin meningkatnya konsentrasi makin meningkat pula penekanannya.
* Mode of action, aspek ini juga termasuk yang penting dalam pengaruhnya pada selektivitas Herbisida, yang sangat tergantung sifat kimiawi tumbuhan maupun herbisidanya sendiri.

3. Peran Lingkungan
* Lingkungan.
Dapat memodifikasikan semua faktor yang mempengaruhi selektivitas Herbisida. Dalam hal ini panjang dan intensitas cahaya matahari perlu dipertimbangkan, beberapa Herbisida dapat terdekomposisikan oleh cahaya tersebut. Untuk hasil kerja yang maksimal herbisida kontak maupun sistemik tergantung daripada adanya cahaya, matahari, seperti Herbisida penghambat proses fotosintesis.
* Air dan Curah Hujan.
Menentukan absorbsi Herbisida oleh akar. Curah hujan mencuci Herbisida yang ada pada bagian tumbuhan maupun di atas tanah masuk ke dalam tanah, yang akan menghilangkan efek daripada herbisida.
* Suhu.
Banyak mempengaruhi fungsi-fungsi dalam tumbuh-tumbuhan seperti masuk dan pergerakan herbisida. Dan juga berpengaruh pada daya menguapnya.
* Angin.
Dapat berpengaruh pada hasil semprotan pada daun maupun tanah sehingga cepat terjadi penguapan dan tidak pada sasaran saat penyemprotan.
* Tanah.
Absorbsi, pencucian dan degradasi herbisida akan dipengaruhi oleh kadar liat, bahan organik, pH dan mikroorganisme. Efek Herbisida secara kimiawi dan biologis akan dipengaruhi oleh interaksi dari bahan organik, pH, mikroorganisme dan absorbsi seperti tanah berpasir membutuhkan sedikit Herbisida daripada tanah berat (liat).

Rekayasa Genetika dan Herbisida
Sejumlah produsen herbisida mendanai pembuatan tanaman transgenik yang tahan terhadap herbisida. Dengan demikian penggunaan herbisida dapat diperluas pada tanaman produksi tersebut. Usaha ini dapat menekan biaya produksi dalam pertanian berskala besar dengan mekanisasi. Contoh tanaman tahan herbisida yang telah dikembangkan adalah raps (kanola), jagung, kapas, padi, kentang, kedelai, dan bit gula.
Istilah pangan transgenik merujuk pada pangan yang bahan dasarnya ,mengandung organisme yang telah mengalami rekayasa genetika. Dengan teknologi itu, gen dari berbagai sumber dapat dipindahkan ke tanaman. Gen bisa berasal dari manusia, binatang, tumbuhan lain, bakteri, virus, bahkan DNA telanjang yang ditemukan di tanah. Gen adalah kumpulan asam deoksiribo nukleat (DNA) yang mengatur dan mengendalikan sifat makhluk hidup. Ada gen yang mengatur mengapa buah tomat ketika masak berwarna merah, kera memiliki ekor, atau manusia Indonesia berambut hitam. Bahkan, gen dalam batas-batas tertentu mengendalikan mengapa seseorang cenderung bertindak agresif dan jahat sedangkan lainnya lemah- lembut.
Hingga saat ini sudah ratusan gen dari berbagai sumber yang berhasil dipindahkan ke tanaman dan memunculkan ratusan jenis varietas tanamana baru, disebut tanaman transgenik. Sebagian besar tanaman transgenik belum dipasarkan. Hingga tahun 2000, baru 24 jenis varietas tanaman transgenik dikomersialisasikan di Amerika. Tahun ini diperkirakan lebih dari 30 varietas tanaman transgenik dipasarkan.
Teknik-teknik gen transfer berkembang dengan cepat dan terus disempurnakan.  Dalam beberapa tahun terakhir, gen transfer pada tanaman sudah merupakan kegiatan rutin yang dilakukan di beberapa laboratorium di dunia. metoda yang efisien dalam mengklon gen,  teknik transformasi, regenerasi tanaman, ketersediaan konstruksi-konstruksi gen baru, sistim vektor yang terus dikembangkan, promotor yang spesifik untuk organ tertentu untuk ekspresi gen adalah faktor-faktor yang berperan dalam memproduksi tanaman transgenik.
Pada awalnya, gen yang banyak dipakai dalam transfer tanaman adalah gen-gen reporter yang fungsinya lebih banyak untuk uji pengembangan teknik transfer itu sendiri, atau mempelajari kemampuan sekuens pengendali dalam mengendalikan ekspresi suatu gen di dalam sel tanaman.  Kemudian terus dikembangkan transfer klon gen yang mengendalikan karakter-karakter yang mempunyai nilai ekonomis sejalan dengan tersedianya klon gen tersebut.  Karakter-karakter tersebut diantaranya adalah  gen untuk ketahanan terhadap serangga, gen untuk ketahanan terhadap penyakit virus dan bakteri, gen  ketahanan terhadap herbisida, toleransi terhadap salinitas, kekeringan dan peningkatan kualitas nutrisi.
Tabel : Beberapa vektor kloning dan penggunaannya
Penggunaan
Vektor *)
1
2
3
4
5
6
Mengklon fragmen besar
Kontruksi pustaka genom
Konstruksi pustaka cDNA
Sub cloning rutin
Pembuatan konstruksi
Vektor ekspresi
Sekuensing
Probe utas tunggal
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+

1   = Plasmid prokariotik                               5   = Virus eukariot
2   = Bakterifage lamda                                 6   = Plasmid eukariot
3   = Kosmid
4   = Filamentous fage
Program pemuliaan tanaman pertanian untuk ketahanan terhadap virus telah banyak dilakukan.  Target dari sifat resistensi tersebut menurut Hull (1990) dapat dikelompokkan kedalam : (1) memberikan resistensi terhadap transmisi, (2) resistensi untuk  pekembangan penyakit (pencegahan replikasi virus, penyebaran virus, dan lokalisasi infeksi  dengan atau tanpa nekrosis)., (3) resistensi terhadap perkembangan gejala penyakit (toleran).
Perkembangan teknologi rekombinan  DNA telah memberikan harapan baru dalam mengatasi masalah virus tanaman.  Pada tahun 1985, Sanford dan Johston memperkenalkan suatu konsep baru penggunaan teknik rekayasa genetik dalam mengembangan resistensi terhadap mikroorganisme, dimana gen yang sudah dimodifikasi dari suatu patogen dapat memberikan resistensi tanaman dengan menganggu proses hidup patogen tersebut. Sampai saat ini ada tiga bentuk resistensi non-konvensional terhadap virus yang telah dikembangkan yaitu : penggunaan sekuens RNA satelit, Sekuens RNA antisens dan gen penyandi protein pembungkus virus. (virus coat protein gen-gen VCP).
Perkembangan teknologi rekombinan DNA juga memungkinkan dilakukannya manipulasi rekayasa genetik untuk mendapatkan tanaman yang toleran terhadap herbisida sehingga  dapat meningkatkan  keselamatan dan produksi  tanaman.  Menurut Oxtoby dan Hughes (1990), metoda untuk merekayasa resistensi tanaman terhadap herbisida dapat dibedakan ke dalam dua kelompok pendekatan yaitu : (1) merubah tingkat sensitifitas dari enzim yang merupakan target herbisida dalam tanaman yakni dengan memanfaatkan gen mutan yang timbul spontan di alam dan mengintroduksi gen tersebut kedalam genom kloroplast, (2)  Mengintroduksi gen pengkode enzim yang dapat menetralisir (menghilangkan) sifat racun herbisida dalam tanaman  seperti enzim oksidase, amilase dan decarboxylase.
Teknologi rekombinan DNA dapat juga digunakan untuk merakit tanaman yang resisten terhadap serangga hama yakni dengan memanfaatkan bakteri Bacillus thuringiensis yang merupakan jenis bakteri yang mampu menghasilkan suatu protein kristal yang bersifat racun terhadap serangga.  Aktifitas bioinsektisida dari  Bacillus thuringiensis ini spesifik terhadap spesies serangga tertentu dan tidak toksik terhadap hewan (Spear, 1987).  Lebih dari 3.000 isolat alami Bacillus thuringiensis yang diseleksi oleh Genetic System N.V. Belgium, hampir semuanya dilaporkan meracun terhadap larva berbagai Lepidoptera dan 5  larva  Coleoptera (Dekeyser, 1991).
Gen penghasil toksin pada Bacillus thuringiensis di klon dan di tranfer ke tanaman budidaya yang banyak diusahakan.   Menurut  Dekeyser  (1991) tanaman tembakau, tomat dan kentang transgenik yang mengandung gen toksin Bacillus thuringiensis memperlihatkan resistensi terhadap serangan serangga hama.

Sejauh ini tanaman rekayasa genetik dibatasi oleh sedikitnya sifat yang dikembangkan sejak 20 tahun lalu, yaitu tahan herbisida dan serangga. Tidak ditekankan toleransi tanaman rekayasa genetik terhadap kondisi nyata dunia. Bentuk eksistensi varietas rekayasa genetik dibawah tekanan iklim sangat jauh:
1. Fluktuasi suhu yang ekstrim menyebabkan hilangnya tanaman kapas Bt di China. Para peneliti yang melakukan investigasi bencana mengatakan suhu tinggi (37o C) paling mungkin menyebabkan turunnya konsentrasi Bt di daun (Chen et al, 2005). Peneliti lain menemukan bahwa perubahan suhu, terutama awal periode dingin dalam musim pengembangan, menyebabkan pengurangan sifat racun serangga Bt (Gunning et al, 2005).
2. Kedelai tahan herbisida rekayasa genetik tidak diduga mengalami kerugian di Amerika Serikat selama musim semi panas tahun 1998. Bentuk kedelai Roundup Ready lebih buruk daripada varietas konvensional di bawah tekanan panas. Batang kedelai rekayasa genetik lebih rapuh dan mudah patah, serta mudah terinfeksi (Coghlan, 1999).
3. Hasil panen kedelai rekayasa genetik tahan herbisida sekarang ini di pasar dilaporkan menurun sampai 10 persen dibandingkan varietas tradisional (Elmore et al, 2001). Penggunaan herbisida secara besar-besaran terkait dengan tanaman rekayasa genetik telah mengakibatkan meningkatnya toleransi populasi rumput liar (Nandula et al, 2005). Contohnya 34 kasus tahan glyphosate dalam 6 spesies telah didokumentasikan di Amerika Serikat sejak 2000.
Sekarang petani-petani direkomendasikan menyemprotkan formulasi herbisida lebih besar (Monsanto, 2008b) dan mencampur herbisida (Brooks, 2003), yang berarti menambah biaya. Jika rekayasa genetik mungkin dapat menghantarkan toleransi panas tanaman dalam 10 atau 20 tahun, apa yang akan terjadi pada tanaman di bawah kondisi dingin yang ekstrim, musim hujan atau kering? Gen tunggal tidak mempunyai perlindungan melawan bermacam kondisi.
Penyisipan gen dalam tanaman rekayasa genetik adalah pada semua waktu, dalam semua bagian tanaman, dan tanpa kontrol lain. Ini seperti air conditioner yang selalu berputar dengan kecepatan penuh yang dapat mematikan di musim dingin.
  
 Kritik Atas Pemakaian Herbisida
 Pemakaian herbisida menuai kritik karena menyebarkan bahan kimia yang berbahaya bagi tumbuhan bukan sasaran. Meskipun sebagian besar herbisida masa kini tidak berbahaya bagi manusia dan hewan, herbisida yang tersebar (karena terbawa angin atau terhanyut air) berpotensi mengganggu pertumbuhan tumbuhan lainnya. Karena itu, herbisida masa kini dibuat supaya mudah terurai oleh mikroorganisme di tanah atau air.
Kritik lainnya ditujukan pada pemakaian tanaman transgenik tahan herbisida tertentu. Meskipun dapat menekan biaya, teknologi ini bermotifkan komersial (meningkatkan penggunaan herbisida merek tertentu). Selain itu, teknologi ini dianggap tidak bermanfaat bagi pertanian non mekanik (pertanian dengan padat karya) atau berlahan sempit.
Pelepasan tanaman produk rekayasa genetika ke alam dipandang memiliki risiko terhadap lingkungan dan kesehatan manusia seperti misalnya kemungkinan tanaman transgenik tersebut menjadi gulma, kemungkinan terjadinya perpindahan gen pada spesies lain yang berakibat buruk, dan risiko kesehatan karena tanaman transgenik tersebut digunakan sebagai makanan.
Proses perpindahan DNA dari satu spesies ke spesies lain secara alami terjadi di alam. Bahkan dipercaya proses ini merupakan bagian dari proses evolusi biosfer planet Bumi yaitu terjadinya perpindahan materi genetik ganggang hijau biru (merupakan nenek moyang sel tanaman) yang menyebabkan tanaman menjadi mampu melakukan proses fotosintesis yang secara drastis mengubah kondisi Bumi yang tadinya tidak beroksigen (anaerobik) menjadi beroksigen (aerobik).
Selain itu, tanaman tahan herbisida dari hasil rekaya genetika (tanaman transgenic) juga memiliki kemungkinan berubah menjadi gulma. Tanaman budi daya memiliki tampilan agronomis yang jauh berbeda dibandingkan dengan tanaman nenek moyangnya yang mungkin lebih menyerupai gulma. Ciri-ciri gulma adalah biji memiliki masa dormansi (istirahat) yang panjang, mampu beradaptasi pada lingkungan yang beragam, pertumbuhan yang terus menerus, serta penyebaran biji yang lebih luas. Ciri-ciri kegulmaan ini telah dihilangkan pada tanaman budidaya melalui proses pemulian tanaman selama ratusan bahkan ribuan tahun. Pemindahan satu gen saja (misalnya gen ketahanan terhadap serangga, atau herbisida) tidak akan bisa mengembalikan semua karakter kegulmaan pada tanaman budidaya.
Penanaman tanaman transgenik yang tahan terhadap herbisida mendatangkan kekhawatiran akan berpindahnya karakter tahan terhadap herbisida tersebut pada kerabat liarnya yang merupakan gulma sehingga tanaman tersebut dikhawatirkan menjadi tanaman gulma yang super. Kekhawatiran ini terutama mungkin terjadi jika tanaman tersebut ditempatkan di tempat keanekaragaman hayati (center of genetic diversity) tanaman transgenik tersebut. Tanaman-tanaman budidaya yang ditanam secara luas di Indonesia dan memiliki nilai tinggi berasal dari introduksi dari negara lain, seperti jagung yang berasal dari Meksiko, kedelai dari Cina, kapas dari India, kelapa sawit dari Papua Nugini, dan karet dari Brazil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar