Rekayasa Genetika
Perkembangan dan kemajuan yang
dicapai dalam bidang biologi molekuler telah melahirkan dan berkembangnya
teknologi rekombinan DNA atau yang dikenal dengan sebutan rekayasa genetik . Rekayasa
genetik atau rekombinan DNA adalah suatu kumpulan teknik-teknik
eksperimental yang memungkinkan peneliti untuk mengisolasi, mengidentifiksi dan
melipatgandaan suatu fragmen dari material genetik (DNA) dalam bentuk
murninya. Manipulasi-manipulasi
tersebut dilakukan secara in vitro dengan menggunakan material-material
biologi
Penggunaan kultur jaringan
untuk pembiakan klonal didasarkan pada anggapan bahwa jaringan
secara genetik tetap stabil jika dipisahkan dari tumbuhan induk dan ditempatkan
dalam kultur. Pendapat ini sebahagian besar berlaku jika tumbuhan
dibiakkan dengan kuncup ketiak atau tunas liar yang secara langsung dipisahkan
dari tanaman. Walaupun demikian, apabila tunas terbentuk dari jaringan
kalus, sering terjadi penyimpangan (Chaleff, 1984).
Protoplas sel totipoten tanpa
dinding sel dapat dihasilkan dengan mudah dan telah dirancang suatu
metode untuk menumbuhkannya menjadi jaringan kalus dan dilanjutkan menjadi
tanaman kecil yang dapat dikembangbiakan secara konvensional. Protoplas
dapat dipisahkan dari jaringan tanaman, termasuk akar, daun, buah, serbuk sari,
bintil akar kacangan, organ penyimpanan dan jaringan kalus. Jaringan daun
sering digunakan karena hasil protoplas dari sumber ini cukup tinggi dan
seragam. Protoplas sering menghasilkan jaringan kalus yang kemudian dari
kalus ini diregenerasikan suatu tumbuhan yang lengkap. Sayangnya,
keberhasilan metoda ini kecil peluangnya untuk tanaman kacang-kacangan
dan padi-padian. Belakangan ini kemungkinan tanaman Medicago sativa
(Alfafa) untuk beregenerasi dari protoplasma menjadi tumbuhan lengkap
peluangnya cukup tinggi dalam kondisi pertumbuhan yang relatif
sederhana. Hal ini memberi petunjuk penting bahwa usaha dibidang kacang-kacangan
akan dapat berkembang lebih cepat. Sebegitu jauh kita masih belum
mampu untuk mengembangkan tumbuhan dari jenis padi-padian dan kacang-kacangan
melalui pertumbuhan protoplasma.
Manfaat penting dari protoplasma dalam
pemuliaaan tanaman terletak pada beberapa sifatnya, yaitu : (1)
protoplas dapat dihasilkan dan disaring untuk membentuk banyak variasi.
Meskipun protoplas yang terbentuk secara genetik bersifat homogen, tetapi kalus
yang merupakan keturunannya dapat menjadi tanaman yang menunjukan perbedaan
sifat-sifat yang cukup besar , (2) tidak adanya dinding sel memudahkan
fusi antara protoplas dan dengan demikian mengawali terjadinya pembastaran.
Fakta bahwa fusi dapat terjadi antara sel somatik yang bersifat diploid yang
memungkinkan pemulia tanaman merancang suatu teknik dengan
baik, (3) tidak adanya dinding sel juga memudahkan penyerapan DNA,
sebagai fragmen atau plasmid yang berasal dari bakteri, untuk menghasilkan
tanaman dengan sifat-sifat yang baru sama sekali. Meskipun tanaman yang diperbanyak
secara vegetatif (klon) umumnya mirip induknya, tetapi tidak berarti, bahwa
semua klon secara genetik bersifat serupa. Klon yang berbeda secara nyata dari
induknya dapat terjadi, dan dikenal sebagai varian somatik dan merupakan hasil perubahan genetik pada
sel merismatik yang menghasilkan semua atau sebagian tumbuhan baru. Dalam
hal-hal tertentu varian somatik dapat menjadi varietas baru yang penting,
misalnya pada jeruk manis. Beberapa mekanisme genetik dapat menyebabkan
terjadinya variasi somatik, antara lain : perubahan jumlah kromosom dalam
inti, mutasi gen tunggal, seperti kloroplas dan mitokondria.
Herbisida
Herbisida (dari bahasa Inggris herbicide) adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian
untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman
pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut.
Karena kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari,
dan atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan
lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai
salah satu sarana pengendalian tumbuhan "asing" ini (lihat artikel
tentang gulma).
v Dua tipe herbisida menurut aplikasinya
Terdapat dua tipe
herbisida menurut aplikasinya: herbisida
pratumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide). Yang
pertama disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar (atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini
bersifat nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Yang kedua
diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus
selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.
v
Cara kerja herbisida
Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme
senyawa penting seperti pati,
asam lemak
atau asam
amino melalui kompetisi dengan senyawa yang "normal" dalam proses
tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan
menjadi kosubstrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerja lain adalah dengan mengganggu
keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan tumbuhan.
Contoh:
- glifosat (dari Monsanto) mengganggu sintesis asam amino aromatik karena berkompetisi dengan fosfoenol piruvat
- fosfinositrin mengganggu asimilasi nitrat dan amonium karena menjadi substrat dari enzim glutamin sintase.
Herbisida yang
selektif merupakan suatu herbisida yang sangat beracun untuk suatu jenis
tumbuhan tertentu, akan tetapi tidak beracun untuk tumbuhan lainnya yang
berbeda terutama familinya. Bila herbisida ini dipergunakan pada suatu
komunitas di lapangan, maka mungkin sebagian dari tumbuhan yang ada akan mati,
tetapi tumbuhan lainnya tidak apa-apa, seolah-olah tidak ada gangguan apa-apa,
walaupun gangguan itu sebenarnya ada, tetapi hanya sedikit.
Selektivitas dari
suatu herbisida tergantung kepada 4 hal :
1. Bentuk morfologi dari tumbuhan tersebut
2. Peran Herbisida itu sendiri
3. Peran lingkungan
4. Peran cara aplikasi.
1. Bentuk
Morfologi Tumbuhan
Perbedaan tumbuhan menunjukkan perbedaan kepekaan pada suatu
Herbisida, yang sangat ditentukan oleh faktor dalam dan luar, yang memungkinkan
Herbisida masuk, kontak, translokasi dan merusak fungsi utama. Bagian luar
tumbuhan merupakan pertimbangan pertama bagi selektivitas Herbisida.
*
Disekitar pohon perkebunan yang tinggi dan batangnya berkayu dapat memungkinkan
pemberantasan gulma yang berada di bawahnya tanpa mengganggu pohon tersebut.
* Daun dengan kedudukan tegak, sempit dan
sangat berlilin akan menolak semprotan Herbisida daripada daun yang datar, luas
dan tak berlilin. Daun yang tua dan banyak stomata memungkinkan Herbisida mudah
masuk ke dalam jaringan tanaman. Tumbuhan berdaun lebar mempunyai meristem pada
ujung tumbuhan, yang langsung menyongsong hasil semprotan, sedangkan tumbuhan
berdaun sempit meristem dilindungi sehingga kurang peka akan Herbisida.
* Perakaran yang dalam menjadikan tumbuhan
agak toleran pada herbisida tanah yang sering tersebar hanya dekat permukaan
saja. Sedangkan tumbuhan dengan perakaran dangkal akan segera terpengaruh.
(Gulma annual berakar dangkal dan gulma perennial berakar dalam).
* Pada reaksi Biokimia dihubungkan antara
interaksi herbisida dengan enzim. Suatu herbisida dapat diaktifkan oleh enzim
tertentu
2. Peran
Herbisida
* Bentuk molekul menentukan pengaruh pada
gulma sasaran, meskipun dalam satu golongan herbisida 2,4 - D yang mempunyai
dua khlorin menjadi kurang aktif pada gulma perennial dibandingkan dengan 2, 4,
5 - T yang mempunyai tiga khlorin.
* Tentang konsentrasi Herbisida, jumlahnya
dapat menentukan terjadi hambatan atau peracunan pada suatu gulma. Pada umumnya
dengan makin meningkatnya konsentrasi makin meningkat pula penekanannya.
* Mode of action, aspek ini juga termasuk
yang penting dalam pengaruhnya pada selektivitas Herbisida, yang sangat
tergantung sifat kimiawi tumbuhan maupun herbisidanya sendiri.
3. Peran
Lingkungan
* Lingkungan.
Dapat
memodifikasikan semua faktor yang mempengaruhi selektivitas Herbisida. Dalam
hal ini panjang dan intensitas cahaya matahari perlu dipertimbangkan, beberapa
Herbisida dapat terdekomposisikan oleh cahaya tersebut. Untuk hasil kerja yang
maksimal herbisida kontak maupun sistemik tergantung daripada adanya cahaya,
matahari, seperti Herbisida penghambat proses fotosintesis.
* Air dan Curah Hujan.
Menentukan
absorbsi Herbisida oleh akar. Curah hujan mencuci Herbisida yang ada pada
bagian tumbuhan maupun di atas tanah masuk ke dalam tanah, yang akan
menghilangkan efek daripada herbisida.
* Suhu.
Banyak
mempengaruhi fungsi-fungsi dalam tumbuh-tumbuhan seperti masuk dan pergerakan
herbisida. Dan juga berpengaruh pada daya menguapnya.
* Angin.
Dapat berpengaruh
pada hasil semprotan pada daun maupun tanah sehingga cepat terjadi penguapan
dan tidak pada sasaran saat penyemprotan.
* Tanah.
Absorbsi,
pencucian dan degradasi herbisida akan dipengaruhi oleh kadar liat, bahan
organik, pH dan mikroorganisme. Efek Herbisida secara kimiawi dan biologis akan
dipengaruhi oleh interaksi dari bahan organik, pH, mikroorganisme dan absorbsi
seperti tanah berpasir membutuhkan sedikit Herbisida daripada tanah berat
(liat).
Rekayasa Genetika dan Herbisida
Sejumlah produsen herbisida
mendanai pembuatan tanaman transgenik yang tahan terhadap herbisida. Dengan demikian
penggunaan herbisida dapat diperluas pada tanaman produksi tersebut. Usaha ini
dapat menekan biaya produksi dalam pertanian berskala besar dengan mekanisasi.
Contoh tanaman tahan herbisida yang telah dikembangkan adalah raps (kanola),
jagung, kapas, padi, kentang, kedelai, dan bit gula.
Istilah pangan transgenik
merujuk pada pangan yang bahan dasarnya ,mengandung organisme yang telah
mengalami rekayasa genetika. Dengan teknologi itu, gen dari berbagai sumber
dapat dipindahkan ke tanaman. Gen bisa berasal dari manusia, binatang, tumbuhan
lain, bakteri, virus, bahkan DNA telanjang yang ditemukan di tanah. Gen
adalah kumpulan asam deoksiribo nukleat (DNA) yang mengatur dan mengendalikan
sifat makhluk hidup. Ada gen yang mengatur
mengapa buah tomat ketika masak berwarna merah, kera memiliki ekor, atau
manusia Indonesia
berambut hitam. Bahkan, gen dalam batas-batas tertentu mengendalikan mengapa
seseorang cenderung bertindak agresif dan jahat sedangkan lainnya lemah-
lembut.
Hingga saat ini sudah ratusan gen dari berbagai sumber yang berhasil
dipindahkan ke tanaman dan memunculkan ratusan jenis varietas tanamana baru,
disebut tanaman transgenik. Sebagian besar tanaman transgenik belum dipasarkan.
Hingga tahun 2000, baru 24 jenis varietas tanaman transgenik
dikomersialisasikan di Amerika. Tahun ini diperkirakan lebih dari 30 varietas
tanaman transgenik dipasarkan.
Teknik-teknik gen transfer berkembang dengan cepat dan terus
disempurnakan. Dalam beberapa tahun terakhir, gen transfer pada tanaman
sudah merupakan kegiatan rutin yang dilakukan di beberapa laboratorium di
dunia. metoda yang efisien dalam mengklon gen, teknik transformasi,
regenerasi tanaman, ketersediaan konstruksi-konstruksi gen baru, sistim vektor
yang terus dikembangkan, promotor yang spesifik untuk organ tertentu untuk
ekspresi gen adalah faktor-faktor yang berperan dalam memproduksi tanaman
transgenik.
Pada awalnya, gen yang banyak dipakai dalam transfer tanaman
adalah gen-gen reporter yang fungsinya lebih banyak untuk uji pengembangan
teknik transfer itu sendiri, atau mempelajari kemampuan sekuens pengendali
dalam mengendalikan ekspresi suatu gen di dalam sel tanaman. Kemudian
terus dikembangkan transfer klon gen yang mengendalikan karakter-karakter yang
mempunyai nilai ekonomis sejalan dengan tersedianya klon gen tersebut.
Karakter-karakter tersebut diantaranya adalah gen untuk ketahanan
terhadap serangga, gen untuk ketahanan terhadap penyakit virus dan bakteri,
gen ketahanan terhadap herbisida, toleransi terhadap salinitas,
kekeringan dan peningkatan kualitas nutrisi.
Tabel : Beberapa vektor kloning dan
penggunaannya
Penggunaan
|
Vektor *)
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
|
Mengklon fragmen besar
Kontruksi pustaka genom Konstruksi pustaka cDNA Sub cloning rutin Pembuatan konstruksi Vektor ekspresi Sekuensing Probe utas tunggal |
+
+ + + + + |
+
+ |
+
+ |
+
+ |
+
+ + |
+
+ |
1 = Plasmid prokariotik 5 = Virus eukariot
2 =
Bakterifage lamda 6 = Plasmid eukariot
3 =
Kosmid
4 =
Filamentous fage
Program pemuliaan tanaman pertanian untuk ketahanan terhadap
virus telah banyak dilakukan. Target dari sifat resistensi tersebut
menurut Hull
(1990) dapat dikelompokkan kedalam : (1) memberikan resistensi terhadap
transmisi, (2) resistensi untuk pekembangan penyakit (pencegahan
replikasi virus, penyebaran virus, dan lokalisasi infeksi dengan atau
tanpa nekrosis)., (3) resistensi terhadap perkembangan gejala penyakit
(toleran).
Perkembangan teknologi rekombinan DNA telah memberikan
harapan baru dalam mengatasi masalah virus tanaman. Pada tahun 1985, Sanford dan Johston
memperkenalkan suatu konsep baru penggunaan teknik rekayasa genetik dalam
mengembangan resistensi terhadap mikroorganisme, dimana gen yang sudah
dimodifikasi dari suatu patogen dapat memberikan resistensi tanaman dengan
menganggu proses hidup patogen tersebut. Sampai saat ini ada tiga bentuk
resistensi non-konvensional terhadap virus yang telah dikembangkan yaitu :
penggunaan sekuens RNA satelit, Sekuens RNA antisens dan gen penyandi protein
pembungkus virus. (virus coat protein gen-gen VCP).
Perkembangan teknologi rekombinan DNA juga memungkinkan
dilakukannya manipulasi rekayasa genetik untuk mendapatkan tanaman yang toleran
terhadap herbisida sehingga dapat meningkatkan keselamatan dan
produksi tanaman. Menurut Oxtoby dan Hughes (1990), metoda untuk
merekayasa resistensi tanaman terhadap herbisida dapat dibedakan ke dalam dua
kelompok pendekatan yaitu : (1) merubah tingkat sensitifitas dari enzim
yang merupakan target herbisida dalam tanaman yakni dengan memanfaatkan gen
mutan yang timbul spontan di alam dan mengintroduksi gen tersebut kedalam genom
kloroplast, (2) Mengintroduksi gen pengkode enzim yang dapat
menetralisir (menghilangkan) sifat racun herbisida dalam tanaman seperti
enzim oksidase, amilase dan decarboxylase.
Teknologi rekombinan DNA dapat juga digunakan untuk merakit
tanaman yang resisten terhadap serangga hama
yakni dengan memanfaatkan bakteri Bacillus thuringiensis yang merupakan
jenis bakteri yang mampu menghasilkan suatu protein kristal yang bersifat racun
terhadap serangga. Aktifitas bioinsektisida dari Bacillus
thuringiensis ini spesifik terhadap spesies serangga tertentu dan tidak
toksik terhadap hewan (Spear, 1987). Lebih dari 3.000 isolat alami Bacillus
thuringiensis yang diseleksi oleh Genetic System N.V. Belgium, hampir
semuanya dilaporkan meracun terhadap larva berbagai Lepidoptera dan 5
larva Coleoptera (Dekeyser, 1991).
Gen penghasil toksin pada Bacillus thuringiensis di klon dan di
tranfer ke tanaman budidaya yang banyak diusahakan. Menurut
Dekeyser (1991) tanaman tembakau, tomat dan kentang transgenik yang
mengandung gen toksin Bacillus thuringiensis memperlihatkan resistensi
terhadap serangan serangga hama.
Sejauh ini tanaman rekayasa
genetik dibatasi oleh sedikitnya sifat yang dikembangkan sejak 20 tahun lalu,
yaitu tahan herbisida dan serangga. Tidak ditekankan toleransi tanaman rekayasa
genetik terhadap kondisi nyata dunia. Bentuk eksistensi varietas rekayasa
genetik dibawah tekanan iklim sangat jauh:
1. Fluktuasi
suhu yang ekstrim menyebabkan hilangnya tanaman kapas Bt di China. Para
peneliti yang melakukan investigasi bencana mengatakan suhu tinggi (37o C)
paling mungkin menyebabkan turunnya konsentrasi Bt di daun (Chen et al, 2005).
Peneliti lain menemukan bahwa perubahan suhu, terutama awal periode dingin
dalam musim pengembangan, menyebabkan pengurangan sifat racun serangga Bt
(Gunning et al, 2005).
2. Kedelai
tahan herbisida rekayasa genetik tidak diduga mengalami kerugian di Amerika
Serikat selama musim semi panas tahun 1998. Bentuk kedelai Roundup Ready lebih
buruk daripada varietas konvensional di bawah tekanan panas. Batang kedelai
rekayasa genetik lebih rapuh dan mudah patah, serta mudah terinfeksi (Coghlan,
1999).
3. Hasil
panen kedelai rekayasa genetik tahan herbisida sekarang ini di pasar dilaporkan
menurun sampai 10 persen dibandingkan varietas tradisional (Elmore et al,
2001). Penggunaan herbisida secara besar-besaran terkait dengan tanaman
rekayasa genetik telah mengakibatkan meningkatnya toleransi populasi rumput
liar (Nandula et al, 2005). Contohnya 34 kasus tahan glyphosate dalam 6
spesies telah didokumentasikan di Amerika Serikat sejak 2000.
Sekarang petani-petani
direkomendasikan menyemprotkan formulasi herbisida lebih besar (Monsanto,
2008b) dan mencampur herbisida (Brooks, 2003), yang berarti menambah biaya.
Jika rekayasa genetik mungkin dapat menghantarkan toleransi panas tanaman dalam
10 atau 20 tahun, apa yang akan terjadi pada tanaman di bawah kondisi dingin
yang ekstrim, musim hujan atau kering? Gen tunggal tidak mempunyai perlindungan
melawan bermacam kondisi.
Penyisipan gen dalam tanaman
rekayasa genetik adalah pada semua waktu, dalam semua bagian tanaman, dan tanpa
kontrol lain. Ini seperti air conditioner yang selalu berputar dengan
kecepatan penuh yang dapat mematikan di musim dingin.
Kritik Atas Pemakaian Herbisida
Pemakaian
herbisida menuai kritik karena menyebarkan bahan kimia yang berbahaya bagi
tumbuhan bukan sasaran. Meskipun sebagian besar herbisida masa kini tidak
berbahaya bagi manusia dan hewan, herbisida yang tersebar (karena terbawa angin
atau terhanyut air) berpotensi mengganggu pertumbuhan tumbuhan lainnya. Karena
itu, herbisida masa kini dibuat supaya mudah terurai oleh mikroorganisme di
tanah atau air.
Kritik lainnya
ditujukan pada pemakaian tanaman transgenik tahan herbisida tertentu. Meskipun
dapat menekan biaya, teknologi ini bermotifkan komersial (meningkatkan
penggunaan herbisida merek tertentu). Selain itu, teknologi ini dianggap tidak
bermanfaat bagi pertanian non mekanik (pertanian dengan padat karya) atau
berlahan sempit.
Pelepasan tanaman
produk rekayasa genetika ke alam dipandang memiliki risiko terhadap lingkungan
dan kesehatan manusia seperti misalnya kemungkinan tanaman transgenik tersebut
menjadi gulma, kemungkinan terjadinya perpindahan gen pada spesies lain yang
berakibat buruk, dan risiko kesehatan karena tanaman transgenik tersebut
digunakan sebagai makanan.
Proses perpindahan
DNA dari satu spesies ke spesies lain secara alami terjadi di alam. Bahkan
dipercaya proses ini merupakan bagian dari proses evolusi biosfer planet Bumi
yaitu terjadinya perpindahan materi genetik ganggang hijau biru (merupakan
nenek moyang sel tanaman) yang menyebabkan tanaman menjadi mampu melakukan
proses fotosintesis yang secara drastis mengubah kondisi Bumi yang tadinya
tidak beroksigen (anaerobik) menjadi beroksigen (aerobik).
Selain itu,
tanaman tahan herbisida dari hasil rekaya genetika (tanaman transgenic) juga
memiliki kemungkinan berubah menjadi gulma. Tanaman budi daya memiliki tampilan
agronomis yang jauh berbeda dibandingkan dengan tanaman nenek moyangnya yang
mungkin lebih menyerupai gulma. Ciri-ciri gulma adalah biji memiliki masa
dormansi (istirahat) yang panjang, mampu beradaptasi pada lingkungan yang
beragam, pertumbuhan yang terus menerus, serta penyebaran biji yang lebih luas.
Ciri-ciri kegulmaan ini telah dihilangkan pada tanaman budidaya melalui proses
pemulian tanaman selama ratusan bahkan ribuan tahun. Pemindahan satu gen saja
(misalnya gen ketahanan terhadap serangga, atau herbisida) tidak akan bisa
mengembalikan semua karakter kegulmaan pada tanaman budidaya.
Penanaman tanaman
transgenik yang tahan terhadap herbisida mendatangkan kekhawatiran akan
berpindahnya karakter tahan terhadap herbisida tersebut pada kerabat liarnya
yang merupakan gulma sehingga tanaman tersebut dikhawatirkan menjadi tanaman
gulma yang super. Kekhawatiran ini terutama mungkin terjadi jika tanaman
tersebut ditempatkan di tempat keanekaragaman hayati (center of genetic
diversity) tanaman transgenik tersebut. Tanaman-tanaman budidaya yang ditanam
secara luas di Indonesia dan memiliki nilai tinggi berasal dari introduksi dari
negara lain, seperti jagung yang berasal dari Meksiko, kedelai dari Cina, kapas
dari India, kelapa sawit dari Papua Nugini, dan karet dari Brazil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar